(Disarikan dari kitab Sittu durar (enam Mutiara) Ahlus sunnah wal jama’ah karya Syaikh Abdul Malik Ramdhani)
Pembahasan ini termasuk pembahasan yang sangat penting diantara semua pembahasan yang ada dalam tulisan ini, karena pembahasan ini bertujuan menjelaskan dasar atau landasan dari amalan kita yang perlu dilakukan dengan giat dan sungguh-sungguh.
Sebagian orang Islam takut dengan kekuatan orang-orang kafir dan orang-orang yang sesat yang begitu hebat. Karena itu mereka berpandangan bahwa kemuliaan akan bisa mereka rebut kembali dengan menghadapi kekuatan orang-orang kafir dan sesat tersebut dengan kekuatan yang lebih kuat lagi. Mereka pun memanfaatkan setiap sarana-sarana yang mereka miliki untuk menyaingi kekuatan itu hingga mereka meremehkan ilmu syar’I tanpa mempedulikannya sama sekali. Akan tetapi, walaupun mereka berusaha menata organisasinya dan memperbaiki manejemennya serta memperkuat kekuatan dan mempelajari tipu daya musuh, tetap saja tidak akan dikaruniai kemuliaan dan kejayaan kalau mereka tidak membangun amal perbuatan dan seluruh kegiatan mereka dengan pondasi ilmu (syar’i), serta menjunjung kedudukan dan martabat ilmu dan ahli ilmu.
Allah Ta’ala berfirman:
“….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Mujadalah: 11)
Allah juga berfirman:
“…kami tinggikan derajat orang yang kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.” (Yusuf: 76)
Imam Malik rahimahullah berkata (mengomentari ayat di atas):” Maksudnya, (Kami tinggikan derajat mereka) dengan ilmu (syar’i).” (Syarhus Sunnah karya Imam Al-Baghawi 1/672)
Zaid bin Aslam guru Imam Malik berkata mengenai ayat kesebelas dari surat Al Mujadalah :” sesungguhnya yang dimaksud adalah ‘dengan ilmu’. Allah akan mengangkat (derajat) siapa saja yang dikehendakiNya di dunia ini dengan ilmu tersebut.” (Riwayat Ibnu Abi hatim dalam Tafsirnya (4/1335) dan (7/2176), Abu Fadhl Az Zuhri dalam Haditsnya (545), dan Ibnu ‘abdil Bar dalam Jami’il Bayan wa Fadhlihi (1901). Riwayat ini Shahih)
Ketinggian derajat dan kemuliaan ini pun bisa didapatkan di dunia, tidak hanya di akhirat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala ketika memilih thalut untuk memimpin para pemuka dan tokoh Bani Israil lewat firmanNya:
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah Telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah Telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqarah: 247)
Dari Amir bin Watsilah bahwa Nafi’ bin Abdul Harits pernah bertemu ‘Umar di ‘Usfan. Dan ‘Umar waktu itu mengangkatya menjadi gubernur Mekkah. ‘Umar lalu bertanya: ” Siapa yang engkau tugaskan memangku jabatan sebagai wali untuk penduduk yang bertempat tinggal di lembah-lembah (atau gurun)?”
“Ibnu Abza,” Jawab Nafi’
“Siapa Ibnu Abza itu?” Tanya ‘Umar selanjutnya.
“Seorang dari hamba-sahaya kami,” jawab Nafi’.
“Anda mempercayakan mereka kepada seorang hamba-sahaya?!” Tanya ‘Umar.
Dia menjawab:” Ia seorang yang suka membaca dan paham Al-quran. Di samping itu, dia juga ‘alim tentang ilmu Faraidh.”
‘Umar kemudian berkata:”Adapun Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:’Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan Kitab ini (Al Quran) dan merendahkan yang lain dengan Kitab ini (pula).” (HR. Muslim no.817)
Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat orang-orang rabbani (ahli Ibadah lagi berilmu) dari kalangan Bani Israil sebagaimana firmanNya:
“Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al Maidah: 44)
Selain berilmu (agama), orang-orang rabbani juga disifati oleh Allah Ta’ala sebagai orang-orang yang mau mengajarkan ilmu tersebut. Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala:
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” akan tetapi (Dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Ali ‘Imran: 79)
Di dalam Al-Quran terdapat dua ayat yang lafadznya sama, yang menerangkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala meninggikan derajat seseorang dari hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.
Dalam ayat yang pertama Allah menceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis salam, dengan firman-Nya:
“Dan Itulah hujjah kami yang kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. kami tinggikan siapa yang kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Al An’am: 83)
Dan dalam ayat yang kedua Allah berfirman tentang Yusuf ‘alaihis salam dalam firman-Nya:
“…kami tinggikan derajat orang yang kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.” (Yusuf: 76)
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata mengomentari firman allah subhanahu wa ta’ala di atas: “Allah menyebutkan bahwa Dia mengangkat orang-orang yang Dia kehendaki beberapa derajat dalam kisah perdebatan Ibrahim dengan Namrud dan dalam kisah siasat Nabi Yusuf yang menginginkan agar saudaranya, Bunyamin, tetap tinggal bersama beliau di mesir dan tidak pulang bersama saudar-saudarny yang lain ke negeri asal mereka. Oleh karena itu, para salafus shalih berkata:’ Allah subhanahu wa ta’ala meninggikan derajat mereka.’ Jadi konteks ayat ini jelas menunjukkan hal itu. Kisah ibrahim berkaitan dengan hujjah untuk mematahkan dan menolak bahaya dan mudharat dari para penentang agama. Sedangkan kisah yusuf tentang politik (siyaasah) dan strategi untuk meraih manfaat yang ingin dicapai. Jadi ilmu dalam ayat pertama adalah hujjah untuk menolak usaha-usaha yang mengancam agama. Dan ayat kedua adalah ilmu bagaimana cara menolak kerugian dunia dan meraih maslahatnya. Atau dengan kata lain: Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam adalah mengenai ilmu tentang retorika lisan di saat yang tepat untuk tujuan menarik manfaat, sedangkan kisah Nabi Yusuf ‘alaihis salam adalah mengenai ilmu tentang praktek atau tindakan nyata di saat yang tepat. Jadi, menarik manfaat dan menolak bahaya adakalanya dengan lisan (teori) dan terkadang pula dengan perbuatan (praktek).” (Bayadhu bil ashl)
Perkara kepemimpinan dan penguasaan dunia ini tidak bisa dilepaskan dari pemahaman terhadap ilmu agama. Sebagaiman firman-Nya:
“Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al Hadid: 25)
Ibnu Taimiyah berkata: ” Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan kepada kita bahwa dia menurunkan al-kitab (Al Quran) dan Al-Mizan (neraca keadilan) agar manusia bisa mengakkan keadilan tersebut serta menurunkan besi (yang di dalamnya ada kekuatan) sebagaimana yang telah disebutkan oleh-Nya. Jadi mengakkan agama haruslah dengan kitabullah Al-Haadii (Kitabullah yang menunjuki) dan As-Saifun naashir (pedang untuk berjaga diri
“….dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.” (Al Furqan: 31)
“Al Quran adalah dasar atau azas yang utama. Karena itu ketika Allah mengutus rosul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam pertama kali adalah menurunkan Al quran kepada beliau, dan selama menetap di Mekkah beliau tidak diperintahkan untuk mengangkat pedang. Beliau baru boleh mengangkat pedang setelah beliau hijrah dan menetap di Madinah serta telah memiliki banyak sahabat yang menolong beliau dalam berjihad.” (Majmu’ Fatawa 28/234)
Kalau begitu, maka orang-orang yang membayangkan bahwa mendirikan Daulah Islamiyah (Negara Islam) bisa dengan hanya mengandalkan semangat keislaman dan pemikiran yang tidak memiliki hujjah syar’I yang mereka namakan sebagai fikr islami (pemikiran islam) atau dengan sedikit ilmu yang mereka sebut sebagai tsaqafah islamiyah dan bahwa (menurut mereka) pengajaran ilmu agama itu adalah marhalah (tahapan) yang kemudian atau dapat dilakukan belakangan sesudah itu semua dan bukan seseuatu yang harus diprioritaskan terlebih dahulu, maka mereka itu adalah orang yang mengejar fatamorgana, karena sesungguhnya mereka menghayalkan sesuatu dengan tanpa kekuatan usaha dan sarana pendukung. Padahal kekuatan yang paling utama adalah kekuatan agama yang telah dijanjikan oleh Allah, yang akan mendatangkan kemenangan kepada orang-orang beriman sebagaimana firman-Nya:
“Dan adalah hak atas Kami untuk menolong orang-orang yang beriman.” (Ar Ruum: 47)
Syaikh Abdul Malik Ramadhani berkata: ” Dan nasehat saya yang terakhir: kembalilah kalian kepada ilmu, wahai orang-orang yang senantias mendendangkan kemuliaan Islam!”
Dari Tamim Ad-Daari dia berkata: “Di zaman ‘Umar orang-orang berlomba-lomba membangun (kehidupan dunia mereka), maka berkatalah ‘umar: ‘Wahai seluruh penghuni rumah, jagalah tanah air kalian! Jagalah tanah air kalian! (Ingatlah) bahwa tidak akan ada Islam kecuali dengan Jama’ah, dan tidak akan ada jama’ah kecuali dengan pemerintahan, dan tidak akan ada pemerintahan kecuali dengan ketaatan. Oleh karena itu barang siapa yang oleh kaumnya diangkat menjadi pemimpin karena paham dalam agama, maka itu berarti pertanda “kehidupan” baginya dan bagi kaumnya. Dan barang siapa yang diangkat bukan karena paham agama oleh kaumnya, niscaya hal itu menjadi pertana kebinasaan baginya dan bagi merek.” (HR. Ad-Darimi no.241)
Al Hasan berkata: “Mereka (para sahabat) berkata:’Kematian seorang Ulama (Ahli Ilmu) adalah retaknya Islam; tidak akan ada yang bisa menambalnya selama siang dan malam masih silih berganti.’” (Jami’ul Bayan 1/153)
Melindungi diri dari kehancuran
Dengan mengikuti Al Quran dan As- Sunnah
Saya berharap dengan membaca judul diatas seseorang tidak hanya mengiyakan atau membenarkan sebatas dengan lisan begitu saja, melainkan dia juga mau mengamalkan apa yang saya tawarkan melalui judul tersebut. Hal ini karena sebenarnya permasalahan atau judul yang tertulis itu sudah sangat diketahui oleh sebagian besar kaum muslimin, namun sayangnya mereka hanya memahaminya sebagai sebuah teori belaka dalam artian mereka tidak melakukan tindakan berupa pengamalan teori tersebut. Yang saya inginkan adalah agar orang-orang Islam yang belum mau tunduk dengan ketentuan Al-Quran dan As Sunnah, sejak hari ini mau tunduk dengan ketentuan Al Quran dan As sunnah. Mau mempelajarinya dengan sungguh-sungguh dan mengamalkannya juga dengan sungguh-sungguh dimulai dari diri sendiri dan keluarga terdekat.
Memang kaum muslimin hari ini sedang dalam keadaan pesakitan, lemah, dan tidak berdaya. Orang–orang kafir dan munafik bersatu padu untuk menghancurkan negeri-negeri Islam dan kawasan-kawasan yang dihuni oleh kaum muslimin. Spanyol dan Palestina telah mereka kuasai dan kini tinggal kenangan saja. Semua hal ini disebabkan karena semakin berkurangnya perhatian kaum muslimin terhadap sumber kekuatan mereka sendiri, yaitu Al Quran dan As Sunnah. Akhirnya mereka dihinakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala karena mereka berburuk sangka kepada Allah dengan menganggap bahwa Al Quran dan As Sunnah sangat kecil pengaruhnya bagi kejayaan dan kemenangan ummat ini. Mereka juga beranggapan bahwa dakwah yang sekarang ini ada di masjid-masjid mempelajari Al Quran dan Sunnah tidak mampu menggerakkan ummat atau sangat lambat dalam memobilisasi mereka serta sama sekali tidak mampu menyaingi berbagai media milik orang-orang komunis, Yahudi, dan Nashrani.
Anggapan-anggapan seperti ini –jika di dalamnya terdapat kandungan kebenarannya- cukuplah para pelakunya mendapatkan dosa karena mereka melalaikan perhatian para generasi muda dari kedua wahyu ; Al Quran dan As Sunnah, menghafalnya, mempelajarinya, dan mengajarkannya. Bahkan sekalipun sebagian dari mereka mengahabiskan banyak waktunya untuk mengajarkan agama kepada orang banyak, akan tetapi sangat jarang mereka itu mengambil satu ayat atau sepenggal hadits sebagai dasar rujukan kecuali sekedar untuk tabarruk atau untuk mengharapkan berkah. Jadi, memang anggapan dan sangkaan mereka di atas menyebabkan mereka meninggalkan Kalaamullah (ayat-ayat Allah) serta hadits-hadits Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demi Allah ! Demi Allah! Demi Allah! Demi Allah! Sungguh mereka benar-benar lebih khusyu ketika mendengarkan lagu-lagu dan nasyid-nasyid jika dibandingkan dengan ketika mendengar Al Quran dan As Sunnah dibacakan.
Tidakkah kalian mengetahui dan mau berpikir bahwa orang-orang kafir tidak akan mampu mengalahkan kalian selagi kalian mau membaca dua wahyu tersebut?
Allah ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Ali ‘Imran 100-101)
Dalam ayat yang mulia ini terdapat dua faedah:
Pertama:
Pengikut dua wahyu –Al Quran dan As Sunnah- terlindungi dari kekafiran.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yakni bahwa kekufuran jauh dari kalian dan kalian terhindar darinya, karena ayat-ayat Allah turun kepada Rosul-Nya, lalu Rosul membacakan serta menyampaikan kepada kalian siang dan malam.” (Tafsir Al Quran Al Karim 1/597 cet. Daar Al Fikr)
Kedua:
Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan tipu daya orang-orang kafir terhadap kaum muslimin yaitu keinginan mereka untuk mengkafirkan kaum muslimin.
Allah ta’ala berfirman:
“Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” ( Al Baqarah: 109)
Saking besarnya makar mereka tersebut, sampai sampai Allah menggambarkan makar mereka itu dapat meruntuhkan gunung-gunung sebagaimana firman-Nya:
“Dan Sesungguhnya mereka Telah membuat makar yang besar padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. dan Sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya.” (Ibrahim: 46)
Meskipun demikan, Allah tetap memberikan jaminan bahwa iman kalian tidak akan pernah runtuh selama kalian mau membaca (mempelajari) dan melaksanakan kandungan Al Quran dan As Sunnah.
Dan memenuhi seruan untuk kembali kepada Al Quran dan As Sunnah dengan cara mempelajarinya, mengamalkannya, dan mengajarkannya ini hukumnya adalah wajib. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” ( Al Anfaal: 24)
Mereka yang mau kembali kepada kedua wahyu tersebut dijamin tidak akan tersesat selama-lamanya sebagaimana sabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat bila selalu berpegang kepada keduanya: Kitabullah dan Sunnahku. Keduanya tidak akan terpisah sehingga keduanya menemui aku di telaga Haudl.” (HR. Bukhari dan Malik. Hadits ini hasan)
Para Rosul ‘alaihimus salam adalah manusia yang paling mengikuti wahyu. Oleh karena itu, Allah memberi mereka kekuatan untuk menolong mereka, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
“Allah Telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang”. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al Mujadaalah : 21)
“Dan Sesungguhnya Telah tetap janji kami kepada hamba-hamba kami yang menjadi rasul,(yaitu) Sesungguhnya mereka Itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan Sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang,” (Ash Shaffaat: 171-173)
”Sesungguhnya kami menolong rasul-rasul kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)” (Al Mukmin: 51)
Siapa saja yang mengikuti jalan para rosul niscaya akan memperoleh apa yang diperoleh para rosul, yaitu kekuatan dan pertolongan Allah.
Allah ta’ala berfirman kepada Musa dan Harun ‘alaihimas salam dan juga para pengikut keduanya:
“Allah berfirman: “Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, Maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang akan menang.” (Al Qashash: 35)
Dan Allah juga berfirman kepada ‘Isa ‘alaihis salam dan kepada para pengikutnya:
“(ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai Isa, Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian Hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan diantaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya”. (Ali ‘Imran: 55)
Ibnu Taimiyah berkata: “Setiap orang yang mengikuti rasul, Allah akan selalu bersamanya sesuai dengan kadar ittiba’nya (kesetiaan dalam mengikuti) kepada rosul tersebut.”
Allah ta’ala berfirman:
“Hai nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.” (Al Anfaal: 64)
“Dan jaminan perlindungan secara mutlak akan diperoleh dengan cara mengikuti rasul secara total. Sebaliknya, jaminan perlindungan akan berkurangmanakala seseorang berkurang dalam mengikuti rasul.” (Minhajus Sunnah 8/487-488)
Kemudian Ibnu Taimiyah berkata lagi: ” Seandainya ada seseorang terasing sendirian di sebuah negeri membawa kebenaran dari rasul sementara tidak ada orang yang menolongnya, maka sesungguhnya Allah akan bersamanya dan tetap memperoleh bagian dari firman-Nya:
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah Telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia Berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang Tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (At Taubah: 40)
Berikut ini adalah kisah keteladanan yang akan selalu dikenang sepanjang masa sebagi satu contoh dan bukti bahwa orang yang selalu mengikuti jalan para rosul, merekalah yang akan mendapatkan kemenangan.
Kisah ini memuat keagungan dan kemuliaan seorang Abu Bakar yang melalui tangannya Allah subhanahu wa ta’ala menjaga dan menolong agama-Nya setelah Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri.
Abu Hurairah pernah berseru:”Demi Allah yang tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia! Seandainya bukan karena Abu Bakar yang menjadi khalifah (setelah Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat) maka niscaya Allah tidak disembah.!!”
Dan beliau mengulang-ulang ucapannya tersebut. Dan tatkala beliau mengulangnya lagi untuk yang ketiga kalinya, seorang sahabat pun berkata kepda beliau: “Sudahlah, wahai Abu Hurairah!”
Abu Hurairah dengan serta-merta berkata: ” Sesungguhnya Rosulullah shallallahu ‘alai wa sallam memberangkatkan pasukannya dibawah pimpinan Usamah bin Zaid dengan kekuatan tujuh ratus pasukan ke negeri Syam, dan tatkala pasukan tersebut tiba di Dzi Khasyab Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan suku-suku arab yang berdiamdi sekitar Madinah kembali menjadi kafir (murtad). Sahabat-sahabat rosulullah pun sepakat menghadap beliau (Abu Bakar) kemudian berkata:”Wahai Abu Bakar, Perintahkanlah pasukan Usamah untuk kembali ke Madinah! Mereka sedang menuju Syam untuk menghadapi pasukan Romawi padahal orang-orang Arab di sekitar kota Madinah ini kembali menjadi kafir (murtad dengan wafatnya Rosulullah).”
Abu Bakar pun berkata: “Demi Dzat yang tidak ada Ilah selain Dia, seandainya segerombolan anjing mengitari kaki para istri rosulullah (sekalipun), maka saya tetap tidak akan mengembalikan pasukan yang telah diberangkatkan sendiri oleh rosulullah. Saya tidak akan menurunkan panji-panji yang telah dipancangkan oleh rosulullah.”
Dan beliau pun tetap meneruskan pasukan Usamah. Setiap kali pasukan tersebut melewati kabilah yang ingin murtad, kabilah tersebut berkata:”Kalau kaum muslimin tidak memiliki kekuatan lagi maka pasukan seperti ini tidak akan mungkin keluar meninggalkan kota Madinah. Oleh kerena itu biarkanlah mereka bertemu dengan bangsa Romawi.”
Akhirnya bertemulah dua pasukan tersebut. Setelah terjadi pertempuran sengit, akhirnya pasukan Usamah dapat mengalahkan dan menghabisi pasukan Romawi. Merekapun kembali dengan selamat dan membawa kemenangan. Orang-orang Arab yang tadinya ingin kembali kafir tetap memeluk Islam.” (Al Aawasim minal Qawasim karya Ibnul ‘Arabi hal 63)
Jadi, hasil dari keteguhan memegang sunnah adalah kemenangan atas musuh dan keteguhan atau ketetapan dalam menjalankan Islam.
Perhatian:
Muhammad Al-Amin Asy Syinqithi rahimahullah berkata: ” Dan para ‘ulama telah menyatakan bahwa kemenangan para Nabi ada dua macam: Pertama, menang dengan hujjah (argument) dan bayan (penjelasan); dan kedua, menang dengan pedang dan tombak yang hanya dikhususkan bagi orang-orang yang memang diperintahkan berperang di jalan Allah.” (Adhwaa Al Bayan 1/353)
Oleh karena itu para Ulama pun menetapkan bahwa orang-orang beriman yang pada hari ini lemah dan tidak mampu serta tidak diperintahkan untuk berperang, maka mereka hanya dibebankan untuk menguasai hujjah-hujjah ilmiyah yang (diharapkan dapat) menumbangkan semua kebatilan dan perselisihan. Adapun orang-orang yang dikaruniai kekuatan (al Quwwah) dan kekuasaan (As Sulthan) maka diperintahkan untuk menggunakannya sehingga hujjah-hujjah ilmiyah tertopang dengan pedang dan tombak. Dengan demikian hujjah ilmiah akan menang disegala zaman.
Ahlu Hadits adalah orang yang paling kuat hujjahnya kerena mereka paling mengerti tentang Al Quran dan As Sunnah.
Mereka juga orang yang paling mengerti tentang petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka adalah orang yang paling mengikuti Al Quran dan Sunnah.
Pembahasan selengkapnya tentang Ahlul Hadits akan disampaikan pada bab kedua.
Ancaman Kesesatan dan Kekafiran
Bagi orang yang Menyelisihi Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Selama Allah menetapkan keteguhan bagi pengikut Nabi-Nya dalam agamanya, maka selama itu pula Dia menetapkan bahaya (musibah dalam agamanya) bagi orang-orang yang menyelisihinya.
Allah ta’ala berfirman:
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.” ( An Nuur: 63)
Ibnu Taimiyah berkata tentang firman Allah di atas: “(Dalam ayat ini) Allah memerintahkan kepada orang-orang yang menyelisihi perintah Rosul-Nya agar takut tertimpa fitnah atau cobaan. Fitnah disini maksudnya: Murtad dan kufur.”
Allah berfirman:
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu Hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (Al Baqarah: 193)
Abu Thalib Al Misykani berkata:”….Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan fitnah itu? (Fitnah itu adalah) kekafiran.” (Ash Sharim Al Maslul hal.56-57)
Kekafiran yang dimaksud adalah kekafiran karena sikap menyelisihi, menolak, atau membangkang dari perintah rosul. Pangkal kekafiran Ahli Kitab adalah dari sisi peyelisihan mereka terhadap para Rosul. Allah berfirman:
” Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka Hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (At Taubah: 31)
Oleh karena itu takutlah kalian wahai para penerus ummat ini jika kalian berjalan tidak sesuai dengan aturan main yang sudah ditetapkan oleh Allah dan Rosul-Nya!
Bahkan lebih lanjut Allah melekatkan kehinaan pada diri orang-orang yang menentang Allah dan Rosul-Nya sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang menetang Allah dan RasulNya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina.” (Al Mujaadalah: 20)
Hal ini deperkuat juga dengan sabda Rosul-Nya:
“….dan dijadikan kehinaan dan kekerdilan atas orang yang menyelisihi perintahku.” (HR Ahmad 2/50 dan lain-lain)
Kesimpulan:
Menuntut ilmu syar’i adalah merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Tidak ada alasan sedikit pun yang bisa digunakan untuk menggugurkan kewajiban menuntut ilmu syar’i. Terlebih lagi pada saat atau zaman seperti sekarang ini dimana banyak media dan saran yang tersedia, banyak ustadz dan buku-buku yang telah tersebar dimana-mana. Satu hal yang harus diperhatikan, tuntutlah ilmu agama itu dari sumber-sunbernya yang terpercaya, dari ulama-ulama yang terkenal tsiqah dan lurus pemahaman agamanya. Karena hari ini banyak orang-orang sesat yang hadir dimana-mana dan menulis serta berbicara di banyak tempat dengan kesesatan. Berhati-hatilah dari mereka wahai para generasi penerus ummat !
http://ghulamzuhri.wordpress.com/category/bab-i-kemuliaan-hanya-dapat-dicapai-dengan-ilmu/
0 komentar:
Posting Komentar