Rafidhah mendakwakan kema'suman (terjaga dari dosa) bagi para imam, dan bahwasanya mereka mengetahui hal ghaib. Dinukil oleh Al Kulaini dalam Usulul Kafi : "Telah berkata Imam Ja'far as Shodiq : "Kami adalah perbendaharaan ilmu Allah, kami adalah penterjemah perintah Allah, kami adalah kaum yang maksum, telah diperintahkan untuk menta'ati kami, dan dilarang untuk menentang kami, kami adalah hujjah Allah yang kuat terhadap siapa yang berada di bawah langit dan di atas bumi"[1].
Al Kulaini meriwayatkan di Al Kafi : Bab "Sesungguhnya para imam, jika mereka berkehendak untuk mengetahui, maka mereka pasti mengetahuinya". Dari Jafar ia berkata : "Sesungguhnya Imam jika ia berkehendak mengetahui, maka ia pasti mengetahui, dan sesungguhnya para imam mengetahui kapan mereka akan mati, dan sesungguhnya mereka tidak akan mati kecuali dengan pilihan mereka sendiri."[2]
Khumaini yang celaka menyebutkan - dalam salah satu tulisannya bahwa para imam lebih afdhal (mulia) dari para nabi dan rasul, ia berkata -semoga Allah menghinakannya- : "Sesungguhnya imam-imam kita mempunyai suatu kedudukan yang tidak bisa dicapai oleh malaikat yang didekatkan, dan tidak pula oleh nabi yang diutus"[3].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : "Orang Rafidhah mendakwakan sesungguhnya agama ini diserahkan kepada pendeta-pendeta dan rahib-rahib, maka yang halal itu adalah yang dihalalkan mereka, dan yang haram itu adalah yang diharamkan mereka, serta agama itu adalah apa yang mereka syariatkan".[4]
Jika pembaca ingin melihat kekufuran, kesyirikan dan ghuluw (sikap berlebih-lebihan mereka) -semoga Allah melindungi kita- maka bacalah syair-syair yang diungkapkan oleh syaikh mereka zaman sekarang ini yaitu Ibrahim Al Amili, terhadap Ali bin Abi Thalib -semoga Allah meridhai Ali- :
Abu hasan, engkaulah hakikat Tuhan (yang diibadati),
dan alamat kekuasaan-Nya yang tinggi.
Engkaulah yang menguasai ilmu ghaib,
maka mungkinkah tersembunyi bagimu akan sesuatu yang hasul.
Engkaulah yang mengendalikan poros alam,
bagimu para ulamanya yang tinggi.
Bagimu amar (urusan) bila engkau menghendaki, kau menghidupkan besok,
bila engkau menghendaki kau cabut ubun-ubun.
Ali bin Sulaiman Al Mazidi mengutarakan syairnya dalam memuji Ali bin Abi Thalib :
Abu Hasan engkaulah suami orang yang suci,
Dan (engkaulah) sisi tuhan yang diibadati serta jiwa rasul.
Dan (engkaulah) purnama kesempuranaan dan matahari akal,
(engkau) Hamba dari tuhan, dan engkaulah yang Maha Raja.
Engkau dipanggil oleh nabi khaidir dihari...,
Dan telah menaskan atas dirimu sesuai dengan kejadian Ghadir
Bahwasanya engkau bagi kaum mukminin adalah amir (pemimpin),
dia telah mengkalungkan kepadamu buhul kekuasaannya.
Kepadamulah kembalinya seluruh perkara,
dan engkaulah yang maha mengetahui dengan kandungan dada.
Engkaulah yang akan membangkitkan apa yang ada dalam kubur
Bagimulah pengadilan hari kiamat berdasarkan kepada nas.
Engkaulah yang maha mendengar dan engkaulah yang maha melihat
Engkau atas setiap sesuatu maha mampu.
Kalaulah tidak karena engkau, pasti bintang tidak berjalan
Kalaulah tidak karena engkau, pasti planet tidak berputar.
Engkaulah, dengan setiap makhluk mengetahui,
Engkaulah yang berbicara dengan ahli kitab.
Kalaulah tidak karena engkau, tidak mungkin musa
akan diajak berbicara, Maha suci Dzat yang telah menciptakanmu
Engkau akan melihat rahasia namamu di jagat raya,
Kecintaan terhadap dirimu seperti matahari di atas kening.
Kebencian terhadap dirimu di wajah orang yang membenci,
Bagaikan peniup api, maka tidak akan beruntung yang membencimu.
Siapa itu yang telah ada, dan siapa itu yang ada,
Tidak para nabi dan tidak (pula) para rasul,
Tidak (pula) qalam lauh dan tidak (pula) alam semesta,
(kecuali) Seluruhnya adalah hamba-hamba bagimu.
Wahai Abu Hasan wahai yang mengatur wujud,
(wahai) goa orang yang terusir, dan tempat berlindung pendatang.
yang memberi minum pengagungmu pada hari berkumpul (hari kiamat).
orang yang mengingkari hari berbangkit, adalah orang yang mengingkarimu.
Wahai Abu Hasan wahai Ali yang gagah.
Kesetiaan padamu bagiku di dalam kuburku sebagai tanda penunjuk,
Namamu bagiku dalam keadaan sempit merupakan lambang
Dan kecintaan kepadamu adalah yang memasukkanku kedalam surgamu
Dengan lantaran dirimu kemulian yang ada pada diriku.
Bila datang perintah Tuhan yang Maha Mulia
Menyeru penyeru, berangkat-berangkat (kematian-kematian).
Dan tidaklah mungkin engkau akan meninggalkan orang yang berlindung denganmu.
Apakah syi'ir seperti ini diucapkan oleh seorang muslim yang memeluk agama Islam?, Demi Allah, bahkan sesungguhnya orang-orang jahiliyah (Kafir) sekalipun belum pernah jatuh dalam kesyirikan dan kekufuran, terlalu memuja-muji / ghuluw seperti yang diperbuat oleh orang rafidhah celaka ini.[5]
[1] Usulul Kafi, hal : 165. (mari kita simak apa firman Allah yang menerangkan tentang sifat nabi Muhammad, Allah berfirman dalam surat Al An'am ayat 50 :
قُل لاَّ أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَآئِنُ اللّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ
(artinya) : "Katakanlah : "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengatakan yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku…."(pent)
[2] Usulul Kafi, di dalam kitabul Hujjah : (1/258). (mengetahui mati dan di mana akan mati itu adalah rahasia yang tidak diketahui kecuali hanya Allah semata, Allah berfirman dalam surat Lukman ayat 34,
إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
(artinya) : "Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yagn dapat mengetahui(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahi lagi Maha Mengenal." (pent)
[3] Hukumatul Islamiyah, Khumaini,(berarti para imam mereka lebih mulia dari Rasulullah sendiri, apakah perkataan seperti ini boleh keluar dari mulut seorang muslim yang memeluk agama Islam???. pent)
[4] Minhajus Sunnah, oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah (1/482).
[5] Penterjemah melihat sendiri bagaimana cara mereka membaca syair-syair di kuburan baqi' (madinah), dibacakan dan dinyanyi-nyanyikan oleh ketua regunya, yang lain menangis dan merapat seperti orang Yahudi meratap di depan dinding mesjid Aqsha
Penulis : Syeikh Abdullah bin Muhammad As-Salafi
Alih Bahasa: Abu Salman
Penerbit : Pustaka Ash-Shaqiyyah Bandung
Judul Asli: Min ‘Aqoidisy Syi’ah.
Penterjemah: Abu Salman.
Muraja’ah: Abu Qudamah.
File CHM disusun oleh Abu 'Abdirrahman Muhammad Taufiq