Orang-orang Syi’ah Rafidhah menyanjung demikian tinggi para Ahlul Bait, namun di sisi lain mereka merendahkan para shahabat yang lain. Sikap yang jelas keliru itu memang didasari oleh kedustaan, yaitu hadits-hadits yang disandarkan kepada Rasulullah n namun memiliki derajat dha’if bahkan maudhu’ (palsu). Berikut ini beberapa contoh hadits yang dijadikan mereka sebagai hujjah.
Telah menjadi Sunnatullah (ketetapan Allah) bahwasanya musuh-musuh agama baik dari kalangan orang-orang kafir maupun munafiqin, selalu berjuang keras merongrong agama Allah dengan segala cara. Namun demikian, Allah juga telah menetapkan bahwa agama-Nya akan senantiasa terjaga dengan perantaraan para ulama yang menerangkan kepada umat akan bahaya makar-makar busuk mereka. Allah berfirman:
“Kamilah yang menurunkan Adz-Dzikr dan Kami juga yang menjaganya.” (Al-Hijr: 9)
Sebagaimana telah diketahui, rusaknya agama Nasrani dikarenakan menyusupnya orang-orang Yahudi ke dalam agama Nasrani yang kemudian berhasil melakukan perubahan atas agama tersebut. Selanjutnya, dengan berbagai cara mereka pun berusaha menyusupi agama Islam. Diantara penyusup itu adalah Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi pencetus agama Rafidhah yang sekarang lebih dikenal dengan nama Syi’ah. (Majmu’ Al-Fatawa juz 4 hal. 52)
Orang-orang Syi’ah pengikut Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi mengaku-aku cinta kepada Ahlul Bait Rasulullah n di mana hal itu hanyalah topeng semata untuk menutupi kebusukan yang ada pada mereka.
Segala cara telah mereka lakukan untuk menghancurkan Islam, di antaranya dengan memalsukan hadits-hadits dari Rasulullah n. Namun Allah memilih ulama Ahlus Sunnah yang mengilmui tentang hadits untuk berjihad dengan menerangkan kepada umat hadits-hadits yang didustakan atas nama Rasulullah n dan merupakan kewajiban bagi mereka untuk menerangkan hal yang seperti itu. (Lisanul Mizan juz 1 hal. 98)
Tidak mengherankan bila mereka berani berdusta atas nama Rasulullah n karena memang syiar agama Rafidhah adalah kedustaan yang dilapisi dengan kemunafikan. (Mizanul I’tidal, juz 1 hal. 6)
Dalam kesempatan yang singkat ini kita akan bawakan sejumlah hadits yang dipalsukan Syi’ah Rafidhah beserta keterangan dari ulama ahli hadits khususnya dalam permasalahan ‘ilal hadits (penyakit/ cacat yang ada pada hadits).
Hadits Pertama
“Permisalan Ahlul Baitku bagaikan bahtera Nabi Nuh. Barangsiapa yang naik di atasnya niscaya dia akan selamat dan siapa yang tidak naik maka dia akan tenggelam dan hanyut.”
Guru besar kami Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i t berkata: “Di sanadnya ada Suwaid bin Sa’id. Dia dha’if (lemah dalam periwayatan hadits) dan Mifdhal bin Shalih seorang munkarul hadits (haditsnya munkar) sebagaimana dikatakan Al-Imam Al-Bukhari. Al-Imam Adz-Dzahabi berkata: ‘Hadits Safinah Nuh adalah paling mungkar.’ Al-Imam Al-Bukhari berkata: ‘Suwaid bin Sa’id munkarul hadits’.”
Hadits ini diriwayatkan dari jalan yang lain, akan tetapi di situ ada dua perawi yang dha’if, yaitu Al-Hasan bin Abi Ja’far Al-Jufri dan Ali bin Zaid bin Jud’an. Al-Imam Al-Bukhari berkata sebagaimana dalam Mizanul I’tidal pada biografi Al-Hasan bin Abi Ja’far: “Dia munkarul hadits.”
Ibnu ‘Adi berkata: “Dia tidak termasuk orang yang berdusta dengan sengaja.”
Al-Imam Ibnu Hibban berkata: “Dia orang shalih yang sering dikabulkan doanya akan tetapi lalai dalam hadits dan tidak pantas untuk dipakai sebagai hujjah.”
Adapun ‘Ali bin Zaid bin Jud’an, pendapat yang rajih (kuat) tentang dia adalah pendapat Al-Imam Al-Bukhari: “Tidak bisa dipakai sebagai hujjah.”
Kesimpulan yang kita ambil dari hadits ini adalah bahwa hadits ini adalah batil, tidak benar penyandarannya kepada Rasulullah n.
Mungkin di antara para pembaca yang pernah belajar ilmu hadits bertanya, mengapa hadits ini dikatakan hadits yang batil atau hadits yang palsu padahal di situ tidak ada perawi kadzdzab atau wadhdha’ (pendusta/ pemalsu hadits)? Namun demikianlah madzhab yang masyhur dan yang benar di kalangan ahli hadits. Sebuah hadits bisa dihukumi sebagai hadits yang batil meskipun di situ tidak ada perawi yang kadzdzab atau wadhdha’. Kalau bukan karena keterbatasan waktu dan tempat, ada baiknya kita bawakan bukti-bukti dari perkataan ulama ahli hadits dalam hal ini. Akan tetapi cukup dilihat perkataan Al-Imam Yahya Al-Qaththan t. (Tadribur Rawi juz 1 hal. 238)
Sebagaimana Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi berkata tentang hadits ini: “Saya berkata, seandainya hadits-hadits mereka (perawi yang disebut di atas) dihukumi sebagai hadits yang didustakan sangatlah pantas.” (Ath-Thali’ah, hal. 273)
Hadits Kedua
“Wahai Ali, sesungguhnya orang-orang Syi’ah kita (golongan kita) akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti walaupun mereka bergelimangan dengan dosa akan tetapi muka mereka bagaikan bulan purnama. Mereka diselamatkan dari kesulitan-kesulitan dan dimudahkan dari segenap ujian. Aurat mereka tertutupi, batin mereka penuh dengan ketenangan, diberikan kepada mereka keimanan dan rasa aman, telah terangkat segala kesedihan, mereka tidak ketakutan ketika semua orang ketakutan, dan tidak merasa sedih tatkala semua orang bersedih…” (Al-Hadits)
Al-Imam Ibnul Jauzi t berkata: “Ini adalah hadits maudhu’ (palsu).”
Al-Junaid Al-Hafidz t berkata: “Muhammad bin Salim (salah satu rawinya) matruk (ditinggalkan haditsnya).”
Abul Fath Al-Azdi t berkata: “Muhammad bin Salim dan Muhammad bin Ali keduanya dha’if.”
Hadits Ketiga
“Ahlul Baitku seperti bintang di langit, dengan siapapun kalian ikut niscaya kalian akan mendapat hidayah.”
Al-Imam Asy-Syaukani t berkata di dalam Al-Mukhtashar: “Hadits ini dari tulisan Nabith yang penuh kedustaan.”
Hadits Keempat
“Aku adalah sebuah pohon, Fathimah putiknya, Ali serbuk sarinya, Hasan dan Husain buahnya, orang-orang yang mencintai Ahlul Bait sebagai daunnya dari surga, pasti dan pasti.”
Ibnul Jauzi t berkata: “Ini hadits maudhu’ (palsu), Musa tidak dikenal (maksudnya adalah Musa bin Nu’aimin yang ada di dalam sanad hadits).”
Hadits Kelima
Ibnu ‘Abbas berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah n tentang kalimat-kalimat yang diterima Adam dari Allah sehingga Allah mengampuninya?” Rasulullah n berkata: “(Kalimat itu adalah): Dengan hak Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, engkau bertaubat kepada-Ku, maka Allah mengampuni Adam.”
Ibnul Jauzi t berkata: Ad-Daruquthni berkata: “Amr bin Tsabit meriwayatkan hadits ini sendirian dari bapaknya Abil Miqdam, dan tidak meriwayatkan darinya kecuali Husain Al-Asyqar.” Ibnu Ma’in berkata: “Amr bin Tsabit bukan orang yang bisa dipercaya.” Ibnu Hibban berkata: “Dia memalsukan hadits-hadits dari perawi-perawi yang tsiqah (yang diterima haditsnya).”
Ibnu Katsir t ketika menafsirkan Surat Asy-Syura ayat 23, beliau mengatakan: “Dia (yakni ‘Amr bin Tsabit) adalah seorang Syi’ah yang pendusta.”
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi t berkata: “Hadits ini dan yang semisalnya adalah hadits palsu yang dipakai oleh tukang khurafat untuk dijadikan landasan dalam membolehkan berdoa kepada orang-orang yang telah mati.” (Ath-Thali’ah, hal. 230)
Hadits Keenam
“Rasulullah n sujud lima kali tanpa ruku’, beliau berkata: “Jibril telah datang kepadaku dan berkata: ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah mencintai Fathimah,’ maka aku sujud. Kemudian dia datang dan berkata: ‘Allah mencintai Fathimah (untuk kedua kalinya),’ maka akupun sujud. Kemudian dia datang dan berkata: ‘Allah mencintai Hasan dan Husain,’ aku pun sujud. Lalu aku mengangkat kepalaku, kemudian dia datang lagi dan berkata: ‘Allah mencintai orang-orang yang mencintai keduanya,’ maka aku pun sujud lagi. Lalu aku mengangkat kepalaku, kemudian dia datang lagi dan berkata: ‘Allah mencintai orang-orang yang mencintai keduanya,’ maka akupun sujud lagi.”
Al-Imam Ibnul Jauzi t berkata: Ibnu ‘Adi berkata: “Ini hadits batil, melalui sanad ini dan kedustaan yang basi.” Karena Al-Mu`tamin (salah seorang rawinya) tidak meriwayatkan dari Al-Auza’i sedikitpun. Abdullah bin Hafs memberikan kepada kami hadits yang kami tidak ragu tentang kedustaannya.”
Hadits Ketujuh
“Kenapa Fathimah dinamakan Fathimah, dikarenakan Allah fathoma (membebaskan) orang-orang yang mencintainya dari neraka.”
Ibnul Jauzi t berkata: “Ini hasil olah tangan Al-Ghilabi dan telah kami sebutkan dari Ad-Daraquthni bahwa ia seorang pemalsu hadits.”
Hadits Kedelapan
“Hai Ali, sesungguhnya Allah menikahkanmu dengan Fathimah dan Allah jadikan bumi sebagai maharnya. Barangsiapa berjalan dengan membencimu maka dia berjalan dengan haram.”
Ibnul Jauzi t berkata: “Ini hadits palsu, di situ ada sejumlah perawi yang di-jarh (dicacat). Hanya saja yang tertuduh memalsukan hadits ini adalah Adz-Dzaari, karena dia pendusta dan pemalsu hadits.”
Hadits Kesembilan
“Barangsiapa mencintai aku, hendaknya dia mencintai Ali. Barangsiapa membenci Ali, dia telah membuatku marah. Dan barangsiapa membuatku marah maka sungguh dia telah membuat Allah murka, dan barangsiapa membuat Allah murka niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam neraka.”
Al-Imam Asy-Syaukani t berkata: Al-Khathib berkata: “Ini hadits palsu.”
Hadits Kesepuluh
“Ali adalah imam orang-orang yang baik dan pembunuhnya orang yang fajir. Akan ditolong orang-orang yang menolongnya dan akan ditinggalkan orang-orang yang meninggalkannya.”
Di dalam sanadnya terdapat Ahmad bin Abdillah bin Yazid Al-Harrani. Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi t berkata: Ibnu ‘Adi berkata sebagaimana di dalam Al-Mizan: “Ahmad bin Abdillah bin Yazid memalsukan hadits.”
Hadits Kesebelas
“Hai Ali, andaikata ada seorang hamba yang beribadah selama 1.000 tahun dan berinfak emas di jalan Allah sebesar gunung Uhud, melaksanakan ibadah haji selama 1.000 tahun dengan kedua kakinya kemudian terbunuh dalam keadaan didzalimi antara Shafa dan Marwa tetapi tidak loyal kepadamu, niscaya dia tidak akan mencium bau jannah (surga).”
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi t berkata: “Hadits ini palsu, demikian disebutkan Al-Imam Adz-Dzahabi dalam biografi Muhammad bin Abdillah Al-Balwi.”
Hadits Keduabelas
“Allah menurunkan wahyu kepadaku tiga perkara tentang Ali di kala aku Isra Mi’raj: ‘Bahwa dia adalah pemimpin mukminin, imam orang-orang bertakwa, dan pemimpin orang-orang yang bermuka putih dan bercahaya (di hari kiamat nanti).”
Al-Imam Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i t berkata (menukil dari Asy-Syaikh Al-Albani t): “Hadits ini palsu.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t berkata: “Ini hadits palsu yang telah diketahui oleh semua orang yang mengenal ilmu hadits, meski ia masih sedikit sekali ilmunya.”
Demikian beberapa hadits yang kami nukil dari kitab Ath-Thali’ah fir Radd ‘ala Ghulatis Syi’ah karya Al-Imam Muqbil bin Hadi t.
Hadits Keduabelas
“Aku adalah kota ilmu dan ‘Ali adalah pintunya, maka barangsiapa yang menginginkan ilmu hendaknya dia mendatangi dari pintunya.”
Hadits ini palsu. Adz-Dzahabi menyatakan maudhu’ (palsu), demikian juga Al-Albani (dalam Adh-Dha’ifah 6/518, no. 2955 dan dalam Dha’iful Jami’ no. 13220).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: Hadits “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya…” lebih lemah dan lebih lembek., oleh karena itu tergolong palsu walaupun diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. Dan disebutkan oleh Ibnul Jauzi (yakni dalam Al-Maudhu’at -ed) lalu beliau terangkan bahwa seluruh sanadnya palsu dan kedustaan itu tampak dari matan hadits itu sendiri. Karena apabila Nabi n sebagai kota ilmu dan tidak ada pintunya kecuali satu, dan tidak ada yang menyampaikan ilmu dari beliau kecuali satu orang, tentu urusan Islam akan rusak…..” (Minhajus Sunnah, 4/138-139, dinukil dari Adh-Dha’ifah) [ed]
Masih banyak lagi hadits lain yang dipalsukan oleh Syi’ah Rafidhah atas nama Rasulullah n. Padahal dusta atas nama Rasulullah n adalah dosa yang sangat besar yang diancam dengan neraka. Sebagaimana Al-Imam Al-Bukhari telah meriwayatkan, beliau berkata: ‘Ali bin Al-Ja’d mengabarkan kepadaku, dia berkata: Syu’bah mengabarkan kepadaku, ia berkata: Manshur mengabarkan kepadaku, ia berkata: Aku mendengar Rib’i bin Hirasy berkata: Aku mendengar ‘Ali berkata: Nabi berkata:
“Janganlah berdusta atas namaku, karena barangsiapa berdusta atas namaku hendaklah ia masuk ke dalam neraka.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 106)
Para ulama menyebutkan bahwa kedustaan Syi’ah Rafidhah merupakan salah satu bentuk dari sekian banyak kesamaan Syi’ah Rafidhah dengan Yahudi. (Al-Ilhad Al-Khumaini, hal. 209). Lihat juga surat Ali ‘Imran ayat 78.
Terlalu banyak kesamaan antara Yahudi dengan Syi’ah Rafidhah yang membuat kita yakin bahwa agama Syi’ah Rafidhah adalah susupan dari Yahudi yang berusaha menghancurkan Islam.
Namun ada ‘nilai lebih’ Yahudi dan Nasrani dibandingkan Syi’ah dari satu segi yaitu ketika ditanyakan kepada orang-orang Yahudi: “Siapa orang-orang terbaik di dalam agama kalian?” serta merta mereka menjawab: “Para shahabat Musa.”
Bila orang-orang Nasrani ditanya: “Siapa orang-orang terbaik di dalam agama kalian?” Mereka akan menjawab: “Shahabat-shahabat Isa.” Dan bila orang-orang Syi’ah Rafidhah ditanya: “Siapa orang-orang terjelek di dalam agama kalian?” Maka mereka menjawab: “Shahabat-shahabat Muhammad.” Dan sangat sedikit yang mereka kecualikan. (Syarh Ath-Thahawiyyah, hal. 470)
Akankah masih ada di antara kaum muslimin yang tetap berbaik sangka dengan Syi’ah Rafidhah yang dengan terang-terangan menghinakan agama Islam dan mendustakan kitab suci Al Qur`an? Maka mohonlah kepada Allah wahai kaum muslimin, agar kita diselamatkan dari virus Syi’ah Rafidhah, yang demi Allah, lebih berbahaya 1.000 kali dari virus AIDS.
Tidak bisa kita terus berbaik sangka kepada setiap kelompok yang berdakwah kepada Islam, karena yang membawa kebenaran cuma satu sebagaimana hal ini telah diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari (juz 4 hal. 187) dan Muslim (juz 6 hal. 54) dari jalan Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dari ‘Umair bin Hani` dari Mu’awiyah dari Rasulullah n, beliau berkata yang artinya: “Akan senantiasa satu kelompok dari umatku yang berada di atas kebenaran, tidak membahayakan dan merugikan mereka orang-orang yang menyelisihi mereka sampai (menjelang) hari kiamat.”
Dalam hadits di atas Rasulullah n menjelaskan bahwa yang membawa kebenaran adalah satu kelompok saja. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti dengan baik jalan para shahabat Rasulullah n. Allah berfirman:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubat: 100)
Demikianlah Allah menjelaskan kepada kita bagaimana cara mendapat ridha Allah, yaitu dengan mengikuti jalan para shahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar dalam mengamalkan Al-Quran dan As-Sunnah. Wabillahit taufiq.
Sumber : asysyariah.com
http://
0 komentar:
Posting Komentar