Selasa, 12 Agustus 2014

ISIS: DAUR ULANG FIRQOH AZARIQOH (KHAWARIJ EKSTRIM)


Oleh : Al Ustadz Ja’far Umar Thalib
Belakangan ini merebak keresahan Pemerintah Indonesia dengan munculnya semangat anak-anak muda yang bergabung dan berbaiat sumpah setia dan menyatakan ketundukan kepada apa yang diproklamirkan “khilafah Islamiyah” oleh ISIS (Islamic State of Iraq and Syam) di Iraq dan Suriah. Seruan untuk berbai’at kepadanya dilansir di media jejaring sosial dan ditanggapi dengan penuh kegusaran di berbagai media cetak dan elektronik. Saya tidak tahu, apakah keresahan pemerintah itu adalah karena kekuatiran akan munculnya militansi keagamaan Ummat Islam Indonesia ? Sehingga akan mengganggu proses deislamisasi terbarunya yang dinamakan “Deradikalisasi” ? Ataukah karena sebab lain ? Saya yakin dengan haqqul yakin berdasarkan beberapa qarinah (indikasi) yang ada, bahwa pemerintah tidak akan pernah resah kalau Ummat Islam mengikuti pemahaman sesat, atau bahkan murtad dari Islam sekalipun. Buktinya pemerintah sampai hari ini tetap melindungi Ahmadiah, yang telah dinyatakan sesat oleh MUI pusat dan daerah. Pemerintah bahkan menjadikan Pluralisme beragama sebagai landasan beragama bagi bangsa Indonesia, meskipun MUI telah menyatakan bahwa paham Pluralisme beragama itu adalah sesat. Jadi ajakan untuk berbai’at kepada “Khilafah Islamiyah” yang paling mengkhawatirkan daripadanya adalah kebangkitan militansi Ummat Islam dalam beragama, sehingga akan mengganggu, kalau tidak menggeser, agama Pemerintah Indonesia, yaitu agama Pluralisme.
Lepas dari keresahan pemerintah itu, perlu publik mengerti keresahan pihak lain dengan kemunculan ISIS lengkap dengan “Khilafah Islamiyah”-nya. Yaitu keresahan kami, para guru agama. Dimana ISIS ini sesungguhnya adalah aliran Khawarij ekstrim yang sesat. Ketika gerakan ini tidak melibatkan para Ulama’ Ahlis Sunnah yang Mu’tabarin (yakni Ulama’ yang kredibel) dalam berbagai kiprahnya. Dan gerakan ini menganggap kafir harbi semua Muslimin yang berada diluar komunitas gerakannya. Sehingga mereka menghalalkan pembunuhan setiap muslim yang ada diluar pergerakannya, baik lelaki maupun perempuan.
Model kemunculan yang serupa dengan ISIS di Iraq ini pernah terjadi di zaman pemerintahan Abdullah bin Zubair bin Al Awwam radhiyallahu ‘anhuma (th. 65 H), yaitu firqah Khawarij ekstrim yang dikenal dengan nama Azariqah. Dimana mereka mempunyai pandangan sesat yang menganggap kafir semua Muslim yang diluar pergerakannya. Gerakan firqah ini muncul di permukaan ketika mereka membai’at seorang tokoh besar yang penuh idealisme pemahaman Khawarijnya dan penuh ambisi membesarkan pergerakannya. Tokoh besar itu adalah Nafi’ bin Al Azraq, yang digelari sebagai Amirul Mu’minin oleh pengikutnya setelah dibai’at sebagai ‘Kepala Negara’ di kota Al Ahwaz (Iran). Tokoh ini mampu menggalang dukungan dan menyatukan kaum Khawarij waktu itu, sehingga bergabunglah kepadanya kalangan Khawarij dari Oman dan Yamamah, dan berkumpullah di bawah komandonya pasukan tempur sebanyak lebih dari dua puluh ribu orang. Sehingga mereka berhasil menduduki dan menguasai kota Al Ahwaz dan juga menguasai kota Kirman serta wilayah-wilayah Persia yang lainnya. Mereka melakukan penarikan pajak di semua wilayah yang mereka kuasai.
Sifat pergerakan Khawarij sangat kental pada mereka, yaitu seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma terhadap pendahulu mereka : “Di kalangan kalian tidak ada seorang Shahabat Nabipun yang mendukung kalian”. Yang berarti mereka berseberangan dengan segenap Shahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam. padahal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam telah berwasiat : “Yang akan selamat dari kalian, ialah yang mengikuti jejakku dan jejak para Shahabatku”.[1] Demikian pula kaum Azariqah ini, dimana mereka tidak didukung oleh seorangpun Ulama’ Ahlis Sunnah, padahal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam berwasiat : “Yang namanya Ulama’ itu ialah yang mewarisi ilmu dan amal para Nabi”[2]. Dan Ulama’ yang mewarisi ilmu dan amal para Nabi itu ialah Ulama’ Ahlis Sunnah. Karena merekalah yang mewarisi ilmu dan mempelopori ummat untuk beramal dengan ilmu Al Qur’an dan As Sunnah. Kaum Azariqah ini menganggap kafir semua Muslimin yang menyelisihi pendapatnya, dan mereka menganggap, bahwa wilayah negara Muslimin yang diluar kekuasaan mereka adalah negara kafir dan membolehkan pengikutnya untuk merampok dan membunuh penduduk negeri-negeri diluar wilayah yang telah mereka kuasai. Bahkan membunuh anak-anak dan perempuan juga diperbolehkan. Mereka mengatakan bahwa semua orang yang menyelisihi pendapat mereka adalah Musyrikun (yakni orang-orang yang berbuat syirik).
Ajaran sesat ini, menjadi sebab terjadinya fitnah besar di wilayah-wilayah Muslimin yang di sana ada orang-orang yang berbai’at kepada ‘Amirul Mu’minin’ Ahwaz. Dan semua ciri ajaran Khawarij Azariqah tersebut ada pada ISIS sekarang ini yang membai’at Abu Bakar Al Husaini Al Baghdadi sebagai Amirul Mu’minin serta memproklamirkan berdirinya ‘Khilafah Islamiyah’ dan menyerukan kaum Muslimin dimanapun berada, wajib berbai’at kepadanya. ISIS dengan pasukannya, berhasil menguasai beberapa kota di Iraq dan Suriah, dan bertempur melawan Muslimin Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang tidak mau tunduk kepada ‘Khilafah Islamiyah’ yang diproklamirkannya. Tentu amat dikuatirkan kalau kaum Muslimin yang berbai’at kepada ISIS di Indonesia akhirnya berbuat seperti kaum Azariqah dulu, yaitu membunuh dan merampok siapa saja yang mereka maukan (dengan alasan dalam rangka berjihad), karena mereka tinggal di ‘negara kafir’ di luar wilayah kekuasaan ‘Khilafah Islamiyah’.
Berita munculnya Azariqah di Ahwaz, menyentak kesadaran Khalifah Abdullah bin Azzubair yang waktu itu berkuasa di Makkah. Beliau langsung memerintahkan gubernur Basrah (Iraq) Abdullah bin Al Harits Al Khuza’ie untuk mengirim pasukan ke Ahwaz guna memerangi Azariqah. Maka dikirimlah oleh sang gubernur pasukan besar yang dipimpin oleh Panglimanya yang bernama Muslim bin Absin bin Kuraiz bin Abdis Syams menuju Ahwaz. Maka terjadilah pertempuran besar di pinggiran kota Ahwaz di desa Daulab Ahwaz. Dalam pertempuran tersebut pasukan dari Basrah berhasil disapu bersih oleh kaum Azariqah dan Panglimanya (yakni Muslim bin Absin bin Abdis Syams) dibunuh. Maka berangkatlah dari Basrah dua ribu pasukan berkuda yang dipimpin oleh Umar bin Ubaidillah bin Ma’mar At Tamimi untuk memerangi Azariqah, dan pasukan kedua ini juga disapu bersih oleh Azariqah. Kemudian berangkat lagi dari Basrah tiga ribu pasukan yang dipimpin oleh Haritsah bin Bader Al Ghudani untuk memerangi Azariqah. Pasukan ketiga ini juga disapu bersih oleh Azariqah. Maka Khalifah Abdullah bin Az Zubair menulis surat kepada Muhallab bin Abi Sufrah Al Azdi, dimana waktu itu beliau ada di Khurasan. Khalifah memerintahkan kepadanya untuk memimpin pasukan memerangi Azariqah di Al Ahwaz. Muhallab segera menuju Basrah ketika mendapat perintah dari Khalifah Abdullah bin Az Zubair, dan dia memilih personil tentaranya sebanyak sepuluh ribu orang, dan kabilahnya Muhallab dari Bani Azad bergabung dengannya sehingga seluruh pasukannya berjumlah dua puluh ribu orang. Maka berangkatlah pasukan Muhallab ini ke Al Ahwaz dan terjadilah pertempuran besar di Daulab Al Ahwaz sehingga hancurlah pasukan Azariqah dan terus dikejar sampai ke dalam kota Al Ahwaz sehingga mereka disapu bersih oleh pasukan Muhallab Al Azdi, bahkan ‘Amirul Mu’minin’ mereka yang bernama Nafi’ bin Al Azraq ikut terbunuh dalam markaznya di Al Ahwaz.
Setelah terbunuhnya Nafi’ bin Al Azraq, kaum Azariqah membai’at pemimpin baru yaitu Ubaidullah bin Ma’mun At Tamimi. Dan Al Muhallab terus membersihkan sisa-sisa kaum Azariqah ini dan terbunuhlah pemimpin mereka yang baru dalam satu pertempuran bersama saudaranya bernama Utsman bin Ma’mun dan juga terbunuh tiga ratus orang tokoh paling militan kaum Azariqah ini. Sisa pengikut Azariqah melarikan diri ke pegunungan Aidaj dan mereka membai’at pemimpin baru mereka bernama Qathari bin Al Fuja’ah At Tamimi dan mereka menamakannya ‘Amirul Mu’minin. Maka Panglima Al Muhallab terus mengejar mereka sampai terjadi pertempuran besar bertahun-tahun pasang surut antara kalah dan menang diantara kedua kelompok pasukan tersebut. Dan pada akhirnya Al Muhallab berhasil menghancurkan pertahanan Al Azaraqih di Aidaj, sehingga mereka melarikan diri ke negeri Sabur (Persia). Mereka menjadikannya sebagai negeri tempat hijrahnya kaum Azariqah ke sana.
Sementara itu Al Muhallab yang didampingi anak-anaknya sebagai pimpinan-pimpinan pasukannya terus mengejar dan menggempur kaum Azariqah ini ke Sabur sehingga pertempuran dan pengejaran berlangsung sampai 19 tahun. Mulai zaman pemerintahan Abdullah bin Az Zubair sampai zaman pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, hingga diangkatnya Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi sebagai gubernur Iraq. Dan Al Hajjaj akhirnya menetapkan Al Muhallab menjadi panglima pasukan khusus untuk membasmi Al Azariqah ini.
Sampai akhirnya terjadi perpecahan di kalangan Azariqah. Dimana kelompok pasukan Abdu Rabbih Al Kabir menyatakan berpisah dari ‘Amirul Mu’minin’ Qathari bin Fuja’ah At Tamimi dengan membawa tujuh ribu pasukan menuju Wadi Khairafat Kirmain. Juga berpisah dari Qathari, Abdu Rabbihi As Shaghir dengan membawa empat ribu personil pasukan tempurnya dan mengambil markas di sisi lain kota Kirmain. Sedangkan Qathari ‘Amirul Mu’minin tetap tinggal di Sabur dengan sepuluh ribu lebih pasukan. Maka perpecahan diantara mereka itu dimanfaatkan oleh Al Muhallab, dan digempurlah pasukan Qathari dan hancurlah markas mereka sehingga Qathari melarikan diri ke Kirmain. Al Muhallab terus mengejarnya dan mematahkannya di sana sehingga mereka lari ke kota Ar Rai (sekarang Teheran). Setelah itu Al Muhallab menggempur pasukan Abdu Rabbihi Al Kabir dan berhasil dibunuh serta dibasmi kekuatan akhir pasukannya. Dan Al Muhallab mengirim putranya yang bernama Yazid bin Al Muhallab untuk menggempur Abdu Rabbihi As Shaghir dan Yazid berhasil menyapu bersih kekuatan Abdu Rabbihi As Shaghir. Sementara itu Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi mengirim pasukan besar yang dipimpin oleh Sufyan bin Al Abrad Al Kalbi untuk mengejar Qathari ke kota Ar Rai sampai ke Thibristan, sehingga Qathari berhasil dibunuh beserta segenap pasukannya di sana. Dan sisa pasukan Azariqah yang ada akhirnya mengangkat ‘Amirul Mu’minin’ baru bernama Abidah bin Hilal Al Yasykuri yang melarikan diri dengan pasukannya ke kota Qaumas, dan terus dikejar oleh pasukan Sufyan bin Al Abrad dan dikepung di benteng Qaumas sampai akhirnya dia berhasil dibunuh oleh Sufyan dan dibantai pula segenap pengikutnya. Sehingga Allah Ta’ala telah mensucikan bumi dari kaum Azariqah yang ekstrim itu[3].
Pasukan Islam begitu besar semangatnya dalam memerangi kaum Khawarij tersebut, karena memang Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa aalihi wasallam memerintahkan demikian. Beliau bersabda :
“Sejelek-jelek orang yang terbunuh dibawah kolong langit ialah kaum Khawarij yang terbunuh karena mempertahankan pemahamannya. Dan sebaik-baik orang Muslim yang terbunuh di bawah kolong langit adalah seorang Muslim yang dibunuh oleh kaum Khawarij karena menolak untuk menjadi pengikut mereka. Kaum Khawarij yang mati di atas pemahamannya yang sesat, maka mereka itu adalah anjing-anjingnya neraka. Mereka semula sebagai Muslimin dan akhirnya berubah menjadi kafir karena kesesatannya”.
Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya dari Abu Umamah Al Bahili radhiyallahu ‘anhu. Bahkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam dalam riwayat Anas bin Malik menyatakan : “Bila kalian menjumpai mereka maka bunuhlah mereka”. Dan semua itu adalah riwayat yang Shahih dan dalil yang shahih. Wallahu a’lam bishawab.
_______________________________
1). Hadits riwayat At Tirmidzi dalam Sunannya (hadits ke 2641) dari Abdullah bin Amer bin Al Ash radhiyallahu ‘anhuma.
2). Hadits riwayat Ibnu Majah dalam Sunannya.
3). Al Farqu Bainal Firaq, Al Allamah Abdul Qahir bin Thahir bin Muhammad Al Baghdadi (wafat th. 429 H). hal. 82 – 87.

0 komentar:

Posting Komentar